Showing posts with label Ensiklopedia Cak Nur. Show all posts
Showing posts with label Ensiklopedia Cak Nur. Show all posts

Monday, November 18, 2013

Download Ensiklopedia Cak Nur Lengkap


Download Ensiklopedia Cak Nur Lengkap. 

Pertama buku ini didesain dengan satu entri dapat dibaca satu menit. Dengan baca satu entri diharapkan ada “one minute enlightment” (pencerahan satu menit). Maksudnya, diharapkan dengan membaca satu entri (apa pun) ada pencerahan pikiran yang bisa Anda dapatkan dari pikiran Cak Nur. Kalau itu tidak tercapai, cukuplah dicapai “one minute wisdom” (satu menit kearifan), kalau tidak juga, minimal ada “one minute ah-a”. Ada rasa “a-ha”—sesuatu yang baru. Sebagian besar entri dapat membantu kita mencapai ketiga kemungkinan hal tersebut. Entri yang tidak memberi a-ha, berarti entri yang gagal, dan hanya akan memberikan “one minute non-sense!”. Tanggung jawab kegagalan itu ada pada penyunting. Dan diharapkan masukan, saran, dan kritik untuk perbaikan pada cetakan mendatang. Dalam banyak halaman, tersedia kutipan dari pikiran Cak Nur yang diharapkan bisa menjadi inspirasi. Juga gambar-gambar yang membantu kita supaya dapat membaca relaks, berhadapan dengan buku setebal ini.

Buku ini tidak dimaksudkan untuk dibaca semua. Tetapi kalau Anda dapat membaca semua, atau paling tidak sebagian besar dari entri yang ada, maka akan banyak pemahaman dan inspirasi yang dapat diperoleh dari Cak Nur. Dan ini merupakan warisan paling berharga dari kerja intelektual Cak Nur selama di Yayasan Paramadina. Akhirnya, tanpa bantuan banyak pihak tentu buku Ensiklopedi Nurcholish Madjid ini tidak akan pernah terbit menjadi kenyataan. Maka pertama kali, saya sebagai penyunting, mengucapkan rasa syukur kepada Allah Swt., dan terima kasih kepada guru besar studi Islam saya, Almarhum Prof. Dr. Nurcholish Madjid, yang telah memperkenankan saya mendampingi beliau dalam masa 12 tahun saya menjadi Direktur Pusat Studi Islam Paramadina.

Dari beliau—setelah saya mempelajari bertahun-tahun isu yang ada dalam ensiklopedi ini—saya mendapatkan keteguhan iman yang mapan, penuh kelapangan, pluralis, dan yang paling penting, toleran, di tengah suasana filosofis skeptisisme posmodernis yang banyak saya pelajari, yang meragukan arti agama dewasa ini. Terus terang, Cak Nur telah menyelamatkan iman saya dari ketidakpercayaan akibat gempuran renungan-renungan filosofis yang sangat kritis terhadap apa pun yang dianggap sebagai pemikiran mapan. Cak Nur memberikan sebuah istilah filsafat fides quarens intellectum, sebuah keimanan yang diterangi akal—juga sebaliknya akal yang dicerahkan oleh iman. Dalam masa yang panjang bersama Cak Nur, saya bersentuhan dengan banyak kuliah, ceramah, hand-out, dan makalah Cak Nur yang sebagian besar sekarang sudah terdokumentasikan dan terolah dalam ensiklopedi ini. Terima kasih Cak Nur atas kepercayaan Anda pada saya untuk memimpin proses penyuntingan ensiklopedi ini.

Saya belajar banyak bagaimana mengerti hakikat agama Islam yang Anda sebut hanîfîyah samhah (keislaman yang toleran dan penuh kelapangan). Dengan ensiklopedi ini, semoga akan lebih tersebarluaskan pikiran-pikiran yang telah Anda geluti selama lebih dari tiga dekade, ke seluruh pelosok Indonesia.

Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Mbak Omi Komaria Madjid dan keluarga yang telah mengizinkan penerbitan buku ini, dan juga telah memberikan masukan dan koreksian. Kepada teman-teman Yayasan Wakaf Paramadina dulu maupun sekarang, saya ingin mengucapkan terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya bisa mengolah naskah Cak Nur ini sehingga menjadi buku dokumen yang lengkap. Saya juga ingin mengucapkan terimakasih atas persahabatan yang sangat berkesan selama saya bekerja 12 tahun di Paramadina. Khusus kepada Ketua Umum, Sekretaris dan Bendahara, Bapak Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Bapak Silmy Karim, dan Bapak Hendro Martowardojo, saya menghaturkan terimakasih atas usaha dan bantuan finansial untuk penerbitan buku ini.

Selanjutnya, tentu saja saya harus mengucapkan terima kasih kepada lima senior saya di Center for Spirituality and Leadership (CSL). Mereka adalah Pak Hario Soeprobo, Pak Hendro Martowardojo, Pak Mahdi Syahbuddin, Pak Angky Tisnadisastra, dan Pak Ario Wibisono. Mereka semua telah mendorong saya untuk dapat menyelesaikan proses pendokumentasian pikiran-pikiran Cak Nur, bagaimanapun beratnya pekerjaan ini, sehingga bisa selesai seperti yang dapat Anda nikmati sekarang. Mereka bukan hanya memberi support, tapi juga memberi bantuan keuangan yang besar sehingga penyuntingan buku ini dapat terselesaikan. Khusus kepada Pak Hendro Martowardojo, saya menghatur terima kasih atas usaha untuk pembiayaan penerbitan buku ini. Kepada Bapak Michael Ruslim, Direktur Utama dari PT. Astra Internasional Tbk. kami mengucapkan terima kasih atas sponsor penerbitan buku ini. Sebagian dari penerbitan buku ini disumbangkan kepada perpustakaan universitas besar di seluruh Indonesia.

Selanjutnya, kepada Mas Utomo Dananjaya, saya menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya. Beliau menjadi tempat konsultasi saya ketika ide awal buku ini masih dalam bentuk gagasan, sampai dapat terbit sekarang ini. Kepercayaan Mas Tom kepada saya dan support-nya yang terus-menerus membuat saya yakin bahwa saya bisa menyelesaikan buku ini dalam waktu setahun.

Terima kasih juga kepada Bapak Machnan R. Kamaluddin dan Bapak Usep Fathuddin, mantan Ketua dan Sekretaris Umum Yayasan Wakaf Paramadina, danjuga sahabatku, Pak Jusuf Sutanto, Yon Hotman dari McLeader, yang telah memberi saya kesempatan dan kemungkinan sehingga saya bisa melakukan sabbatical year, di mana waktu cuti yang panjang itu bisa saya pergunakan menyelesaikan penyuntingan buku ensiklopedi ini.

Selama proses penyuntingan yang memakan waktu kerja full time setahun, saya merasakan manfaat besar training filosofis dan teologis—dan utang budi intelektual—yang telah diberikan oleh dua guru besar filsafat saya, Romo Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ, dan Romo Prof. Dr. Martin Harun OFM. Mereka telah membimbing saya bagaimana melakukan kajian hermeneutis atas suatu teks filosofis keagamaan. Pelajaran yang mereka berikan telah menghasilkan buah kemampuan menyunting teks-teks Cak Nur ini, sehingga bisa tersaji baik seperti ini.

Terimakasih juga ingin saya sampaikan kepada senior-senior saya di kantor saya sekarang, The Asia Foundation, Dr Douglas E. Ramage, Dr Robin Bush, dan Lies Marcoes-Natsir, yang telah dan terus membimbing saya mengerti kompleksitas masalah Islam dan Civil Society. Selama bekerja di The Asia Foundation saya merasakan luasnya pengalaman berinteraksi dengan organisasi-organisasi dan tokoh-tokoh Islam di seluruh Indonesia.

Pekerjaan advokasi dengan ide-ide demokrasi, pluralisme dan toleransi ini telah memperkaya apa yang selama ini saya pahami hanya secara teoretis lewat pekerjaan seperti penulisan dan penyuntingan buku Ensiklopedi Nurcholish Madjid ini. Saya harus mengucapkan terima kasih dan respek yang mendalam kepada senior saya, Dr. Haidar Bagir, yang sejak awal telah mengetahui arti buku Ensiklopedi Nurcholish Madjid ini untuk pengembangan intelektual Islam di Indonesia. Tanpa persetujuan Mas Haidar pasti buku ini tidak akan pernah terbit di Penerbit Mizan. Untuk proses itu, saya juga harus mengucapkan terima kasih kepada Ilham B. Saenong dan Taufik M.R. yang telah memimpin proses penerbitan naskah ini di Penerbit Mizan.

Selanjutnya kepada para editor saya, Ahmad Gaus AF., M. Syu‘bi, Ali Noer Zaman, Dede Iswadi, dan Eko Wijayanto, saya haturkan penghargaan dan terima kasih yang banyak, karena tanpa ketekunan Anda semua, pastilahbuku ini tidak terbit sebaik ini. Kepada Ben Hamzah Barmansyah dan Iwan Himawan dan istrinya, Aag Kurniati, yang telah mentranskrip banyak sekali rekaman kuliah Cak Nur, dan mengetikkan ulang, saya juga haturkan terima kasih. Juga kepada M. Nurul Islam dan Epiet yang telah membuat banyak illustrasi sehingga ensiklopedi ini bisa lebih hidup. Tak lupa saya ucapkan terimakasih dan penghargaan kepada kawan-kawan saya di CSL, Pardamean Harahap, Ben Hamzah Barmansyah, Vita Adriana, Jhody A. Prabawa, Muhammad Ali, Pepen Supendi, dan Zaki S. Dharmoko yang telah merelakan waktu kerja saya untuk menyelesaikan penyuntingan buku ini. Dan terakhir, tentu saja ucapan terima kasih dan penghargaan kepada istri saya tercinta, Meirita Widaningrum, yang telah menemani saya dan memberi banyak inspirasi dalam proses pengerjaan ensiklopedi ini. Ia tidak hanya memberi inspirasi, tetapi juga terus mendorong untuk setia bekerja dalam pemikiran Islam, melanjutkan pikiran-pikiran yang sudah dirintis Cak Nur. Karena komitmen itu juga, buku ini bisa diselesaikan. Kepada semua pihak—termasuk yang tidak disebutkan namanya di sini—saya hanya bisa mengucapkan jazâ-kumu ‘l-Lâh khayr-u ‘l-jazâ’.

Hanya Allah saja yang bisa membalas semua kebaikan hati. Semoga dengan penerbitan buku ini, spirit Cak Nur yang mendambakan wajah Islam yang penuh kelapangan dan toleran (al-hanîfîyât al-samhah), terus tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara—yang sejak dulu dikenal dengan toleransi dan pluralismenya. Amin.

Download Ensiklopedia Cak Nur Link

Sumber artikel di atas - http://www.paramadina-pusad.or.id/ensiklopedia-nurcholish-madjid.html

Wednesday, November 6, 2013

Abad Modern dan Sumerisme - Ensiklopedia Cak Nur


Abad Teknik Mengungguli Abad Agraria

Pada abad ke-19 M, ketika harus di­ha­dap­kan dengan Ero­pa Barat yang modern, Dunia Islam, seperti dengan gemas diurai­kan oleh al-Afghani, memang sangat ketinggal­an. Walaupun begitu, marilah kita perjelas di sini bahwa apa yang terjadi itu pada hakikatnya bukan­lah penghadapan an­tara dua tem­pat: Asiadan Eropa; atau antara dua orentasi kultural: Ti­mur dan Barat; atau, lebih tidak benar lagi, antara dua agama: Islam dan Kristen. Yang sesungguhnya ber­lang­sung adalah penghadapan antara dua zaman: Abad Agraria dan Abad Teknis. Keunggulan Dunia Islam selama berabad-abad kejayaannya adalah suatu ke­unggul­an relatif, betapa pun hebatnya, antara sesama masyarakat-masyara­kat Abad Agraria. Tetapi keunggul­an Eropa Barat terhadap Dunia Islam terjadi dalam makna dan di­mensi historis yang jauh lebih fun­damental, yaitu keunggulan Abad Teknik atas Abad Agraria. Seperti telah disebutkan, hal itu dapat dibandingkan de­­­­­­ngan ke­ung­gul­an bangsa Su­me­ria 5000 ta­hun yang lalu atas bangsa-bang­­­­sa lain: yaitu keunggulan sua­tu Masyarakat Agra­­­ria Berkota (Agrarianate Ci­tied Society) dari “Zaman Sejarah” atas Ma­syarakat Agraria Tanpa Kota dari “Zaman Pra-Sejarah”. Tetapi sudah tentu hal itu berlangsung dalam di­mensi yang jauh lebih besar dan dengan intensitas yang jauh lebih hebat.

Seperti dicoba diterangkan oleh Marshall Hodgson, Abad Teknik ini terjadi oleh adanya “transmutasi” yang amat dipercepat, yang karena berbagai hal tertentu “kebetulan” dimulai dari Eropa Barat Laut. Terdapat kesan amat kuat, sebagai­mana terefleksikan dalam pan­dangan-pandangan al-Afghani dan ‘Abduh serta para pemikir modernis lainnya, dan sebagaimana menjadi pandangan yang dominan di dunia pada abad yang lalu, bahwa Eropa yang teknis itu adalah rasional, se­dang­kan masyarakat-masyarakat lain, termasuk Dunia Islam, adalah tradisional. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kesan tersebut hanya ada secara psiko­logis. Sebab sekalipun terdapat unsur rasionalisme yang kuat dalam modernisme, tapi bukti menun­jukkan bahwa masyarakat modern yang ada sekarang juga berkembang dengan mengikuti jalur kultural tradisional tertentu. Sedangkan masyarakat-masyarakat Pra-teknis, seperti Dunia Islam pada umumnya meskipun mengandung unsur oto­ri­tas kultural yang lebih kokoh, namun dalam berbagai hal tetentu tidak kurang rasionalnya dibanding dengan Masyarakat Teknik. Ke­unggulan menyeluruh Masyarakat Teknik terhadap Masyarakat Agra­ria adalah antara lain terwujud karena sistem kerja teorganisasi dan efisien. Sedangkan pada tingkat per­orangan, tidak jarang bahwa individu-individu dari Asiaatau Afrika atau Amerika Latin lebih unggul dan lebih rasional daripada mereka dari Eropa Barat atau Amerika Utara.

Tuesday, November 5, 2013

Abad Modern: Aspek Teknik Dan Aspek Kemanusiaan - Ensiklopedia Cak Nur


Suatu hal yang tampaknya tak mungkin dihindari tentang Tek­nika­­lisme ialah implikasinya yang mate­­rialis­tik. Maka dalam meng­hadapi dan menyertai kemodernan, kaum Muslimin dituntut untuk memper­hitungkan segi mate­rialis­me ini. Kalkulasi pribadi, inisiatif per­orang­an, efisiensi kerja adalah pekerti-pekerti yang baik dan ber­manfaat besar. Tetapi, bagai­mana­pun, menun­duk­kan nilai-nilai keakhlakan dan kema­nusiaan ke bawah pe­mak­simal­an efisien teknis, betapapun besar hasilnya, kata Hodgson, kemung­kinan sekali akan terbukti merupakan mimpi buruk yang tak rasional.

Telah diketahui bahwa aspek ke­manusiaan Abad Modern ini bisa, dan telah menjadi kenyataan, lebih penting dan lebih menentukan dari­pada aspek teknikalismenya. Generasi 1789 yang secara garis besar meru­pakan angkatan dua re­vo­lusi, yaitu Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis, dari sudut pan­dangan kemanusiaan modern Barat adalah peletak dasar-dasar segi kemanusiaan bagi kemodernan. Cita-cita ke­­manusiaan yang diru­mus­kan dalam slogan Revolusi Prancis, “Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan,” me­mang belum seluruhnya terwujudkan dengan baik. Tetapi harus diakui bahwa dunia belum pernah me­nyaksikan usaha yang lebih sungguh-sungguh dan lebih sistematis untuk mewu­judkan nilai-nilai kemanusiaan itu, dalam bentuk pelaksanaan yang terlembagakan, daripada yang dila­kukan orang (Barat) sejak terjadinya dua revolusi tersebut. Pengeja­wan­tahan terpenting cita-cita itu ialah sistem politik demokratis, yang sampai saat ini menurut kenyataan baru mantap di kalangan bangsa-bangsa Eropa Barat Laut dan ke­turun­an mereka di Amerika Utara.

Aspek teknik yang material dan aspek kemanusiaan yang non­material itu berjalan hampir seiring di Eropa Barat Laut, dan penyem­bulannya ke permukaan juga terjadi se­cara hampir bersamaan, yaitu dalam Revolusi Industri dan Re­volusi Prancis. Tetapi bagi bangsa-bangsa lain yang hendak mencoba mengejar ketertinggalannya, jika tidak mungkin mengambil kedua aspek itu sekaligus, sering dihadap­kan kepada pilihan yang tidak begitu mudah untuk menetapkan mana dari kedua aspek itu yang ha­rus didahulukan. Tetapi biasanya ben­tuk kesiapan tertentu suatu bangsa akan men­­-dorongnya untuk secara pragmatis menentukan pilih­an tanpa kesulitan. Maka India misal­nya, disebabkan oleh jumlah cukup besar dari ka­langan atasnya yang berpendidikan Barat di bawah pe­me­rintahan ko­lonial Inggris, se­cara amat menarik menunjukkan keber­hasilan­nya untuk sampai batas ter­tentu menerapkan aspek kema­nusiaan modern Barat, yaitu, dalam hal ini, demokrasi sistem peme­rintahannya. Keberhasilan itu terja­di dengan seolah-olah meng­ingkari kenyataan sosial ma­syarakat Hindu­nya yang mengenal sistem kasta yang kaku, yang sama sekali tidak selaras dengan keseluruhan cita-cita kema­nusiaan modern. Meskipun India berhasil mewujudkan dirinya seba­gai “demokrasi terbesar di muka bumi”, perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa ke­melarat­an rakyatnya senantiasa menjadi sum­ber ancaman kelang­sungan demo­krasi itu.

Sebaliknya, saat-saat terakhir ini kita bisa menyaksikan peningkatan se­cara luar biasa kemakmuran material beberapa negara Timur Tengah pemilik petrodollar. Jika dibe­narkan menggunakan kriteria India itu kepada gejala Timur Tengah ini, maka dapat dikatakan bahwa, kebalikan dari India, nega­ra-negara petrodollar itu memiliki kesiapan tertentu untuk mengambil dari Barat dan mengadopsi, secara lahirnya, aspek teknik dan kemo­dern­an. Tetapi jika tidak segera atau bersama dilakukan penggarapan yang serius terhadap aspek pe­ngembangan kemanusiaannya, ada kemungkinan bahwa “kemajuan” material itu akan justru merupakan epok sejarah setempat yang ternyata nanti menimbulkan penyesalan yang mendalam. Nampaknya tan­tang­an ini disadari sepenuhnya oleh para pemimpin negara-negara itu.

Kembali ke Daftar Isi Ensiklopedia Nurcholish Madjid